sebelah kiri Romo KH. Ahmad Asrori Al-Ishaqy |
BIOGRAFI - KH. Ahmad Asrori Al-ishaqi
KH. Ahmad Asrori Al-ishaqi
merupakan putera dari Kyai Utsman Al-Ishaqi. Beliau mengasuh Pondok
Pesantren Al-Fithrah Kedinding Surabaya. Kelurahan Kedinding Lor
terletak di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. Di atas tanah kurang lebih
3 hektar berdiri Pondok Pesantren Al-Fithrah yang diasuh Kiai Ahmad
Asrori, putra Kiai Utsman Al-Ishaqy. Nama Al-Ishaqy dinisbatkan kepada
Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan
Giri. Semasa hidup, Kiai Utsman adalah mursyid Tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah. Dalam dunia Islam, tarekat Naqsyabandiyah dikenal
sebagai tarekat yang penting dan memiliki penyebaran paling luas;
cabang-cabangnya bisa ditemukan di banyak negeri antara Yugoslavia dan
Mesir di belahan barat serta Indonesia dan Cina di belahan timur.
Sepeninggal Kiai Utsman tahun 1984, atas penunjukan langsung Kiai
Utsman, Kiai Ahmad Asrori meneruskan kedudukan mursyid ayahnya.
Ketokohan Kiai Asrori berawal dari sini.
Tugas
sebagai mursyid dalam usia yang masih muda ternyata bukan perkara
mudah. Banyak pengikut Kiai Utsman yang menolak mengakui Kiai Asrori
sebagai pengganti yang sah. Sebuah riwayat menceritakan bahwa para
penolak itu, pada tanggal 16 Maret 1988 berangkat meninggalkan Surabaya
menuju Kebumen untuk melakukan baiat kepada Kiai Sonhaji. Tidak
diketahui dengan pasti bagaimana sikap Kiai Asrori terhadap aksi
tersebut namun sejarah mencatat bahwa Kiai Arori tak surut. Ia
mendirikan pesantren Al-Fithrah di Kedinding Lor, sebuah pesantren
dengan sistem klasikal, yang kurikulum pendidikannya menggabungkan
pengetahuan umum dan pengajian kitab kuning. Ia juga menggagas
Al-Khidmah, sebuah jamaah yang sebagian anggotanya adalah pengamal
tarekat Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Jamaah ini menarik karena
sifatnya yang inklusif, ia tidak memihak salah satu organisasi sosial
manapun. Meski dihadiri tokoh-tokoh ormas politik dan pejabat negara,
majelis-majelis yang diselenggarakan Al-Khidmah berlangsung dalam
suasana murni keagamaan tanpa muatan-muatan politis yang membebani. Kiai
Asrori seolah menyediakan Al-Khidmah sebagai ruang yang terbuka bagi
siapa saja yang ingin menempuh perjalanan mendekat kepada Tuhan tanpa
membedakan baju dan kulit luarnya. Pelan tapi pasti organisasi ini
mendapatkan banyak pengikut. Saat ini diperkirakan jumlah mereka jutaan
orang, tersebar luas di banyak provinsi di Indonesia, hingga Singapura
dan Filipina. Dengan kesabaran dan perjuangannya yang luar biasa, Kiai
Asrori terbukti mampu meneruskan kemursyidan yang ia dapat dari ayahnya.
Bahkan lebih dari itu, ia berhasil mengembangkan Tarekat Qadiriyah wa
Naqsyabandiyah ke suatu posisi yang mungkin tak pernah ia bayangkan.
Kiai
Asrori adalah pribadi yang istimewa. Pengetahuan agamanya dalam dan
kharisma memancar dari sosoknya yang sederhana. Tutur katanya lembut
namun seperti menerobos relung-relung di kedalaman hati pendengarnya.
Menurut keluarga dekatnya, sewaktu muda Kiai Asrori telah menunjukkan
keistimewaan-keistimewaan. Mondhoknya tak teratur. Ia belajar di Rejoso
satu tahun, di Pare satu tahun, dan di Bendo satu tahun. Di Rejoso ia
malah tidak aktif mengikuti kegiatan ngaji. Ketika hal itu dilaporkan
kepada pimpinan pondok, Kiai Mustain Romli, ia seperti memaklumi,
“biarkan saja, anak macan akhirnya jadi macan juga.” Meskipun belajarnya
tidak tertib, yang sangat mengherankan, Kiai Asrori mampu membaca dan
mengajarkan kitab Ihya’ Ulum al-Din karya Al-Ghazali dengan baik. Di
kalangan pesantren, kepandaian luar biasa yang diperoleh seseorang tanpa
melalui proses belajar yang wajar semacam itu sering disebut ilmu
ladunni (ilmu yang diperoleh langsung dari Allah SWT). Adakah Kiai
Asrori mendapatkan ilmu laduni sepenuhnya adalah rahasia Tuhan, wallahu
a’lam. Ayahnya sendiri juga kagum atas kepintaran anaknya. Suatu ketika
Kiai Utsman pernah berkata “seandainya saya bukan ayahnya, saya mau kok
ngaji kepadanya.” Barangkali itulah yang mendasari Kiai Utsman untuk
menunjuk Kiai Asrori (bukan kepada anak-anaknya yang lain yang lebih
tua) sebagai penerus kemursyidan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
padahal saat itu Kiai Asrori masih relatif muda, 30 tahun.
Mursyid Thoriqoh Qodiriyah wan Naqsabandiyah
KH.
Ahmad Asrori Al-Ishaqi merupakan putera dari Kyai Utsman Al-Ishaqi.
Beliau mengasuh Pondok Pesantren Al-Fithrah Kedinding Surabaya.
Kelurahan Kedinding Lor terletak di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. Di
atas tanah kurang lebih 3 hektar berdiri Pondok Pesantren Al-Fithrah
yang diasuh Kiai Ahmad Asrori, putra Kiai Utsman Al-Ishaqy. Nama
Al-Ishaqy dinisbatkan kepada Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena Kiai
Utsman masih keturunan Sunan Giri.
KH.
Ahmad Asrori Al-Ishaqi merupakan putera dari Kyai Utsman Al-Ishaqi.
Beliau mengasuh Pondok Pesantren Al-Fithrah Kedinding Surabaya.
Kelurahan Kedinding Lor terletak di Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya. Di
atas tanah kurang lebih 3 hektar berdiri Pondok Pesantren Al-Fithrah
yang diasuh Kiai Ahmad Asrori, putra Kiai Utsman Al-Ishaqy. Nama
Al-Ishaqy dinisbatkan kepada Maulana Ishaq, ayah Sunan Giri, karena Kiai
Utsman masih keturunan Sunan Giri.
Jika
dirunut, Kiai Ahmad Asrori memiliki darah keturunan hingga Rasulullah
Sallallahu Alaihi Wasallam yang ke 38, yakni Ahmad Asrori putra Kiai
Utsman Al Ishaqi. Namanya dinisbatkan pada Maulana Ishaq ayah Sunan
Giri. Karena Kiai Utsman masih keturunan Sunan Giri. Kiai Utsman
berputra 13 orang.
Berikut silsilahnya :
Ahmad
Asrori Al Ishaqi – Muhammad Utsman – Surati – Abdullah – Mbah Deso –
Mbah Jarangan – Ki Ageng Mas – Ki Panembahan Bagus – Ki Ageng Pangeran
Sedeng Rana – Panembahan Agung Sido Mergi – Pangeran Kawis Guo –
Fadlullah Sido Sunan Prapen – Ali Sumodiro – Muhammad Ainul Yaqin Sunan
Giri – Maulana Ishaq – Ibrahim Al Akbar – Ali Nurul Alam – Barokat
Zainul Alam – Jamaluddin Al Akbar Al Husain – Ahmad Syah Jalalul Amri –
Abdullah Khan – Abdul Malik – Alawi – Muhammad Shohib Mirbath – Ali
Kholi’ Qasam – Alawi – Muhammad – Alawi – Ubaidillah – Ahmad Al Muhajir –
Isa An Naqib Ar Rumi – Muhammad An Naqib – Ali Al Uraidli – Ja’far As
Shodiq – Muhammad Al Baqir – Ali Zainal Abidin – Hussain Bin Ali – Ali
Bin Abi Thalib / Fathimah Binti Rasulullah SAW.
Semasa
hidup, Kiai Utsman adalah mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
Dalam dunia Islam, tarekat Naqsyabandiyah dikenal sebagai tarekat yang
penting dan memiliki penyebaran paling luas; cabang-cabangnya bisa
ditemukan di banyak negeri antara Yugoslavia dan Mesir di belahan barat
serta Indonesia dan Cina di belahan timur. Sepeninggal Kiai Utsman tahun
1984, atas penunjukan langsung Kiai Utsman, Kiai Ahmad Asrori
meneruskan kedudukan mursyid ayahnya. Ketokohan Kiai Asrori berawal dari
sini.
Konon,
almarhum KH. Utsman adalah salah satu murid kesayangan KH. Romli Tamim
(ayah KH. Musta’in) Rejoso, Jombang, Jawa Timur. Beliau dibaiat sebagai
mursyid bersama Kiyai Makki Karangkates Kediri dan Kiai Bahri asal
Mojokerto. Kemudian sepeninggal Kiai Musta’in (sekitar tahun 1977),
beliau mengadakan kegiatan sendiri di kediamannya Sawah Pulo Surabaya.
Maka,
jadilah Sawah Pulo sebagai sentra aktifitas thariqah di kota metropolis
di samping Rejoso sendiri dan Cukir Jombang. Sepeninggal Kiai Utsman,
tongkat estafet kemursyidan kemudian diberikan kepada putranya, Kiai
Minan, sebelum akhirnya ke Kiai Asrori (konon pengalihan tugas ini
berdasarkan wasiat Kiai Utsman menjelang wafatnya). Di tangan Kiai
Asrori inilah jama’ah yang hadir semakin membludak. Uniknya, sebelum
memegang amanah itu, Kiai Asrori memilih membuka lahan baru, yakni di
kawasan Kedinding Lor yang masih berupa tambak pada waktu itu.
Dakwahnya
dimulai dengan membangun masjid, secara perlahan dari uang yang
berhasil dikumpulkan, sedikit demi sedikit tanah milik warga di
sekitarnya ia beli, sehingga kini luasnya mencapai 2,5 hektar lebih.
Dikisahkan, ada seorang tamu asal Jakarta yang cukup ternama dan kaya
raya bersedia membantu pembangunan masjid dan pembebasan lahan
sekaligus, tapi Kiai Asrori mencegahnya. “Terima kasih, kasihan orang
lain yang mau ikutan menyumbang, pahala itu jangan diambil sendiri,
lebih baik dibagi-bagi”, ujarnya.
Kini,
di atas lahan seluas 2,5 hektar itu Kiai Asrori mendirikan Pondok
Pesantren Al Fithrah dengan ratusan santri putra putri dari berbagai
pelosok tanah air. Untuk menampungnya, pihak pesantren mendirikan
beberapa bangunan lantai dua untuk asrama putra, ruang belajar mengajar,
penginapan tamu, rumah induk dan asrama putri (dalam proses
pembangunan) serta bangunan masjid yang cukup besar.
Itulah
Kiai Asrori, keberhasilannya boleh jadi karena kepribadiannya yang
moderat namun ramah, di samping kapasitas keilmuan tentunya.
Murid-muridnya yang telah menyatakan baiat ke Kiai Asrori tidak lagi
terbatas kepada masyarakat awam yang telah berusia lanjut saja, akan
tetapi telah menembus ke kalangan remaja, eksekutif, birokrat hingga
para selebritis ternama. Jama’ahnya tidak lagi terbatas kepada para
pecinta thariqah sejak awal, melainkan telah melebar ke komunitas yang
pada mulanya justru asing dengan thariqah.
Walaupun
tak banyak diliput media massa, namanya tak asing lagi bagi masyarakat
thariqah. Namun demikian, sekalipun namanya selalu dielu-elukan banyak
orang, dakwahnya sangat menyejukkan hati dan selalu dinanti, Kiai Asrori
tetap bersahaja dan ramah, termasuk saat menerima tamu. Beliau adalah
sosok yang tidak banyak menuntut pelayanan layaknya orang besar, bahkan
terkadang ia sendiri yang menyajikan suguhan untuk tamu.
Tanda
tanda menjadi panutan sudah nampak sejak masa mudanya. Masa mudanya
dihabiskan untuk menuntut ilmu ke berbagai pondok pesantren di Jawa
Timur dan Jawa Tengah. Kala itu Kiai Asrori muda yang badannya kurus
karena banyak tirakat dan berambut panjang memiliki geng bernama
“orong-orong”, bermakna binatang yang keluarnya malam hari. Jama’ahnya
rata-rata anak jalanan alias berandalan yang kemudian diajak mendekatkan
diri kepada Allah lewat ibadah pada malam hari. Meski masih muda, Kiai
Asrori adalah tokoh yang kharismatik dan disegani berbagai pihak,
termasuk para pejabat dari kalangan sipil maupun militer.
Tugas
sebagai mursyid dalam usia yang masih muda ternyata bukan perkara
mudah. Banyak pengikut Kiai Utsman yang menolak mengakui Kiai Asrori
sebagai pengganti yang sah. Sebuah riwayat menceritakan bahwa para
penolak itu, pada tanggal 16 Maret 1988 berangkat meninggalkan Surabaya
menuju Kebumen untuk melakukan baiat kepada Kiai Sonhaji. Tidak
diketahui dengan pasti bagaimana sikap Kiai Asrori terhadap aksi
tersebut namun sejarah mencatat bahwa Kiai Arori tak surut. Ia
mendirikan pesantren Al-Fithrah di Kedinding Lor, sebuah pesantren
dengan sistem klasikal, yang kurikulum pendidikannya menggabungkan
pengetahuan umum dan pengajian kitab kuning. Ia juga menggagas
Al-Khidmah, sebuah jamaah yang sebagian anggotanya adalah pengamal
tarekat Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Jamaah ini menarik karena
sifatnya yang inklusif, ia tidak memihak salah satu organisasi sosial
manapun.
Meski
dihadiri tokoh-tokoh ormas politik dan pejabat negara, majelis-majelis
yang diselenggarakan Al-Khidmah berlangsung dalam suasana murni
keagamaan tanpa muatan-muatan politis yang membebani. Kiai Asrori seolah
menyediakan Al-Khidmah sebagai ruang yang terbuka bagi siapa saja yang
ingin menempuh perjalanan mendekat kepada Tuhan tanpa membedakan baju
dan kulit luarnya. Pelan tapi pasti organisasi ini mendapatkan banyak
pengikut. Saat ini diperkirakan jumlah mereka jutaan orang, tersebar
luas di banyak provinsi di Indonesia, hingga Singapura dan Filipina.
Dengan kesabaran dan perjuangannya yang luar biasa, Kiai Asrori terbukti
mampu meneruskan kemursyidan yang ia dapat dari ayahnya. Bahkan lebih
dari itu, ia berhasil mengembangkan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
ke suatu posisi yang mungkin tak pernah ia bayangkan.
Kiai
Asrori adalah pribadi yang istimewa. Pengetahuan agamanya dalam dan
kharisma memancar dari sosoknya yang sederhana. Tutur katanya lembut
namun seperti menerobos relung-relung di kedalaman hati pendengarnya.
Menurut keluarga dekatnya, sewaktu muda Kiai Asrori telah menunjukkan
keistimewaan-keistimewaan.
Mondhoknya
tak teratur. Ia belajar di Rejoso satu tahun, di Pare satu tahun, dan
di Bendo satu tahun. Di Rejoso ia malah tidak aktif mengikuti kegiatan
ngaji. Ketika hal itu dilaporkan kepada pimpinan pondok, Kiai Mustain
Romli, ia seperti memaklumi, “biarkan saja, anak macan akhirnya jadi
macan juga.” Meskipun belajarnya tidak tertib, yang sangat mengherankan,
Kiai Asrori mampu membaca dan mengajarkan kitab Ihya’ Ulum al-Din karya
Al-Ghazali dengan baik. Di kalangan pesantren, kepandaian luar biasa
yang diperoleh seseorang tanpa melalui proses belajar yang wajar semacam
itu sering disebut ilmu ladunni (ilmu yang diperoleh langsung dari
Allah SWT). Adakah Kiai Asrori mendapatkan ilmu laduni sepenuhnya adalah
rahasia Tuhan, wallahu a’lam. Ayahnya sendiri juga kagum atas
kepintaran anaknya. Suatu ketika Kiai Utsman pernah berkata “seandainya
saya bukan ayahnya, saya mau kok ngaji kepadanya.” Barangkali itulah
yang mendasari Kiai Utsman untuk menunjuk Kiai Asrori (bukan kepada
anak-anaknya yang lain yang lebih tua) sebagai penerus kemursyidan
Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah padahal saat itu Kiai Asrori masih
relatif muda, 30 tahun.
Sumber
:
http://blog.its.ac.id/syafii/2009/08/30/mengenang-kh-ahmad-asrori-ustman-al-ishaqy-sang-mursyid-thoriqoh-qodiriyah-naqsabandiyyah
Hadhrotus Syaikh Ahmad Asrori Al-Ishaqy RA Wafat
Hadhrotus Syaikh Ahmad Asrori Al-Ishaqy RA wafat pada hari Selasa, 26 Sya’ban 1430 H./18 Agustus 2009 pukul 02:20 WIB.
Berita Wafatnya Beliau Dari suaramerdeka.com 19 Agustus 2009 :
Perginya Ulama Apolitis
Pentakziah mengantarkan jenazah KH Asrori ke peristirahatan terakhir
Keluarga
besar Nahdlatul Ulama (NU) berduka. Salah satu ulamanya yang bergiat di
bidang thoriqoh, KH Asrori Al Ishaqi, Selasa (18/8) dinihari meninggal
dunia. Dia dikenal sebagai pemimpin Pondok Assalafi Al Fithrah, di Jalan
Kedinding Surabaya Utara.
”Beliau
kiai karismatik dan istikamah menjaga amalan warga NU di bidang
tasawwuf dengan bergiat di thoriqoh,” kata Rois Syuriah PWNU Jatim, KH
Miftakhul Akhyar di Surabaya, kemarin.
Meninggalnya
Kiai Asrori sungguh mengagetkan,mengingat usia kiai thoriqoh ini
belumlah terlalu tua. Yang bersangkutan dipanggil Yang Maha Kuasa di
usia 58 tahun. Kepergiaannya untuk menghadap Sang Khalik membuat ribuan
jamaahnya merasakan duka mendalam dan meneteskan air mata. Saat
dilangsungkan prosesi pemakaman di komplek pondoknya, umat Islam
menyemut dan melantunkan kalimah thoyyibah.
Tak
ketinggalan karangan duka cita dari banyak tokoh nasional, Jatim, dan
Surabaya dikirimkan ke rumah duka. Di antaranya karangan bunga dari
Presiden SBY, Menteri Agama Maftuh Basyuni, Gubernur Jatim Soekarwo,
Kapolda Jatim Irjen Pol Anton Bahrul Alam, Wali Kota Surabaya Bambang
Dwi Hartono, Wakil Wali Kota Surabaya Arief Afandi, dan pejabat lainnya.
Gubernur Soekarwo juga bertakziah ke rumah duka di kawasan Kedinding
Surabaya.
Siapa
KH Asrori Al Ishaqi? Yang bersangkutan dikenal sebagai kiai NU yang
istikomah bergerak di bidang sosial kemasyarakatan terkait peran kiai
melalui kanal thoriqoh. Kiai Asrori tak tergerus dalam gerakan
kemasyarakatan di ranah politik praktis sebelum maupun pascareformasi.
Jamaah
thoriqoh terus dibina dan digerakkan ke tataran umat dalam konteks
memberikan bekal moral spiritual kepada umat Muhammad SAW. ”Fatwa dan
pandangannya sangat dihormati serta dipatuhi umat. NU sangat kehilangan
sepeninggal beliau. Dunia thoriqoh terus digeluti dan dijalankan dengan
istikomah. Itu salah satu amalan penting NU dan menjadi pembeda NU
dengan ormas Islam lainnya,” tambah Kiai Miftakhul.
Anak KH Utsman
Kiai
Asrori adalah anak KH Utsman. Aktivitas thoriqoh dijalaninya
sepeninggal ayahnya yang juga dikenal sebagai mursyid thoriqoh. Thoriqoh
yang dipimpin Kiai Asrori tak terkait dengan kekuatan politik mana pun.
Seperti
ditulis dalam disertasi (S3) Machmud Sujuthi (mantan Kepala Kanwil
Depag Jatim) yang diterbitkan tahun 2001, pada buku berjudul ”Politik
Tharekat”, disebutkan bahwa thoriqoh yang berpusat di Kedinding Surabaya
di bawah pimpinan KH Utsman tak berafiliasi dengan kekuatan politik
mana pun.
Dalam
buku Machmud Sujuthi itu dikatakan bahwa setelah KH Mustain Romli
menyatakan merapat dan mendukung Golkar pascapemilu 1971, terjadi
pembelahan dunia thoriqoh di lingkungan NU. Ada jamaah thoriqoh Rejoso
yang berpusat di Pondok Darul Ulum Rejoso Jombang, dengan tokoh utama KH
Mustain Romli dan dekat dengan Golkar.
Di
sisi lain, ada thoriqoh Cukir yang berpusat di Pondok Tebuireng Jombang
di bawah pimpinan KH Adlan Ali yang lebih dekat kepada Partai Persatuan
Pembangunan (PPP). Thoriqoh Kedinding—istilah di mana pondok KH Utsman
dan KH Asrori berlokasi—berada di antara 2 titik thoriqoh yang berbau
politik itu. Jamaah Kiai Asrori itu netral secara politik. Tak ada
hubungan kultural dan struktural dengan partai mana pun.
”Amalan thoriqoh Kiai Asrori itu sanad-nya sampai Syech Abdul Qodir Jaelani,” jelas Kiai Miftakhul.
Meninggalnya
Kiai Asrori merupakan kehilangan besar bagi jamaah thoriqoh di
Indonesia dan mancanegara. Selain 1.800 santri yang menetap di Pondok Al
Fithrah di Kedinding, hakikatnya Kiai Asrori memiliki jutaan umat dan
jamaah setia di Indonesia dan banyak negara lain. Jamaah yang dipimpin
Kiai Asrori tersebar hingga ke Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam,
Hong Kong, Australia, dan banyak negara lain.
Pada
acara pemakaman kemarin, banyak di antara jamaah hanyut dalam suasana
duka. Mereka melantunkan doa, tahlil, surat yasin, dan bacaan thoyyibah
di masjid areal ponpes. Maklum, Kiai Asrori dikenal sebagai pimpinan
Thoriqoh Qodiriyyah Wannaqsabandiyah Al Utsmaniyah.
Direktur
Pendidikan Pondok Al Fithrah, Wisnubroto menyatakan, Kiai Asrori
meninggalkan seorang istri, Hj Sulistyowati, dan 5 anak, yakni Siera
Annadia, Sefira Assalafi, Ainul Yaqien, Nurul Yaqien, dan Siela
Assabarina.
Kiai
Asrori meninggal sekitar pukul 02.00. Sebelumnya, sejak 29 Juli sampai
16 Agustus 2009, sempat menjalani perawatan medis di Graha Amerta RSU dr
Soetomo Surabaya. Kiai Asrori mengidap kanker dan komplikasi penyakit
lainnya.
Di
usia berapa Kiai Asrori meninggal dunia? Berdasar pengakuan salah
seorang kerabat yang biasa mengurus paspor, Kiai Asrori memiliki 3
paspor dengan tanggal lahir berbeda. Tapi, diperkirakan yang
bersangkutan lahir pada 17 Agustus 1951.(G14-62)
Berita Wafatnya Beliau Dari suarasurabaya.net 18 Agustus 2009, 09:24:55 :
KH. ASRORI Pengasuh Ponpes Al-Fitrah Wafat
KH
AHMAD ASRORI AL ISHAQI Pengasuh Ponpes AlFitrah bersama SUSILO BAMBANG
YUDHOYONO saat berkunjung ke pesantrennya pada 28 Januari 2009 lalu
KH
AHMAD ASRORI AL ISHAQI Pengasuh Ponpes Al Fitrah di Jl. Kedinding Lor,
Selasa (18/08) sekitar pukul 02.00 WIB wafat karena sakit. Sejak pagi
tadi ribuan warga dari dalam dan luar Surabaya datang melayat, Mereka
sudah mulai berdatangan di kawasan pondok pesantren Al-Fitrah.
Jenazah
Kyai ASRORI dimakamkan sebelum waktu sholat Dhuhur di lingkungan Pondok
Pesantren Kedinding Lor. Pemakaman Kyai Asrori dihadiri Muspida, KH
ABDUR RASYID pemimpin pesantren, WISNU BROTO Direktur Pendidikan Pondok
Pesantren dan Kombespol RONNIE F SOMPIE Kapolwiltabes Surabaya.
Kompol
RAKIDI Kabag Bina Mitra Polres Surabaya Timur waktu dikonfirmasi Suara
Surabaya menyatakan siap mengamankan pemakaman Kyai ASRORI dengan
menurunkan 1 kompi pasukan. Lalu lintas di sekitar Jl. Kedinding Lor,
Pogot, dan Tanah Merah juga akan diamankan untuk proses pemakaman serta
lokasi parkir tamu undangan.(gk/edy)
Berita Wafatnya Beliau Dari detik.com Selasa, 18/08/2009 08:28 WIB :
Pengasuh Ponpes Al Fithrah Berpulang
Pengasuh
Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah di Kedinding Lor KH Ahmad Asrori
Al-Ishaqi meninggal dunia pukul 02.20 WIB, Selasa (18/8/2009) dini hari
tadi.
KH
Ahmad Asrori Al-Ishaqi meninggal dunia karena sakit komplikasi yang
dideritanya selama ini. Sebelum meninggal, dia sempat menjalani operasi
dan menjalani check up di Singapura.
"Almarhum
meninggal kemungkinan besar karena faktor usia dan kelelahan maupun
penyakit ginjal yang dideritanya meski sempat menjalani operasi di RS
Lafayat Malang," kata salah satu kerabat Djudjuk M Usdek Kariono kepada
wartawan di lokasi.
Mendengar
kabar jika KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi meninggal dunia, ribuan pelayat
langsung mendatangi ponpes yang tidak jauh dari Jembatan Suramadu. Sejak
pagi kawasan itu dipenuhi oleh pelayat. Ini berpengaruh pada akses
masuk ke jalan itu. Kemacetan pun terasa di Jalan Kenjeran, Rangkah
hingga ke Jalan Kedung Cowek. Polisi lalu lintas Surabaya Timur terlihat
sibuk mengatur arus lalu lintas.(wln/fat)
Berita Wafatnya Beliau Dari detik.com Selasa, 18/08/2009 11:11 WIB :
Pemakaman KH Asrori Diwarnai Perebutan Keranda
Petakziyah berebut keranda KH Asrori
Prosesi
pemakaman Pengasuh Pondok Pesantren Assalafi Al Fithrah di Kedinding
Lor KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi diwarnai adu dorong santri dan petakziyah.
Mereka berebut agar bisa menyentuh keranda jenazah kiai kharimastik
itu.
Para
panitia prosesi pemakaman kewalahan menahan aksi saling dorong antara
santri dan para pelayat. Panitia meminta kepada santri dan petakziyah
untuk kembali duduk sambil membacakan zikir dan tahlil.
Usai
disalati, jenazah KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi dimakamkan di kompleks
Pondok Pesantren Al Fithrah pada pukul 10.30 WIB, Selasa (18/8/2009).
Ahmad
Asrori Al-Ishaqi meninggal dunia pada pukul 02.20 WIB karena sakit
komplikasi yang dideritanya selama ini. Dia sempat dioperasi dan
menjalani check up di Singapura sebelum meninggal dunia.
"Almarhum
meninggal kemungkinan besar karena faktor usia dan kelelahan maupun
penyakit ginjal yang dideritanya meski sempat menjalani operasi di RS
Lafayat Malang," kata salah satu kerabat Djudjuk M Usdek Kariono kepada
wartawan.
Bagi
para santri dan petakziyah yang tidak bisa melihat dari dekat proses
pemakaman KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi, pihak ponpes menyiapkan beberapa
televisi yang ditempatkan di beberapa titik di kompleks ponpes itu.
Sementara
Jalan Kedinding Lor ditutup total. Pasalnya jalan itu dipadati oleh
para pelayat maupun kendaraan baik roda dua dan roda empat. Bahkan di
Jalan Kedung Cowek atau jalan akses menuju Jembatan Suramadu digunakan
sebagai parkir kendaraan pelayat.(wln/fat)
Foto-foto pemakaman Beliau dari detik.com :
Mendengar
kabar jika KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi meninggal dunia, ribuan pelayat
langsung mendatangi ponpes yang tidak jauh dari Jembatan Suramadu,
Surabaya.
Presiden SBY tampak mengirimkan karangan bungan tanda duka cita untuk almarhum KH Ahmad Asrori Al-Ishaqi.
Beberapa
karangan bunga lainnya berasal dari Gubernur Jawa Timur, Sekretaris
Pemkot Surabaya dan para pengasuh pondok pesantren se Jawa Timur.
Semoga
Allah senantiasa mengampuni semua dosanya dan memberikan tempat kepada
beliau bersama-sama dengan Rasulullah SAW, Syaikh Abdul Qodir
Al-Jailany, dan para kekasih Allah lainnya. Dan bagi para murid dan
penderek beliau semoga kelak juga berkumpul bersama beliau (Yauma Nad'uu
kullu unaasin bi imaamihi)....(Amin Amin Amin Ya Rabbal 'Alamin.
Untuk Hadhrotus Syaikh Ahmad Asrori Al-Ishaqy RA, Al-Faatihah...