Dalam al-Qur’an Allah berfirman: “Inama Amruhu Idza Arada Sya’ian An Yaqula Lahu Kun Fayakun” (QS. Yasin: 82).
Makna ayat ini bukan berarti bahwa setiap Allah berkehendak menciptakan sesuatu, maka dia berkata: “Kun”,
dengan huruf “Kaf” dan “Nun” yang artinya “Jadilah…!”. Karena
seandainya setiap berkehendak menciptakan sesuatu Allah harus berkata “Kun”, maka dalam setiap saat perbuatan-Nya tidak ada yang lain kecuali hanya berkata-kata: “kun, kun, kun…”. Hal ini tentu rancu.
Karena
sesungguhnya dalam waktu yang sesaat saja bagi kita, Allah maha Kuasa
untuk menciptakan segala sesuatu yang tidak terhitung jumlanya. Deburan
ombak di lautan, rontoknya dedaunan, tetesan air hujan, tumbuhnya
tunas-tunas, kelahiran bayi manusia, kelahiran anak hewan dari induknya,
letusan gunung, sakitnya manusia dan kematiannya, serta berbagai
peristiwa lainnya, semua itu adalah hal-hal yang telah dikehendaki Allah
dan merupakan ciptaan-Nya. Semua perkara tersebut bagi kita terjadi
dalam hitungan yang sangat singkat, bisa terjadi secara beruntun bahkan
bersamaan.
Adapun sifat perbuatan Allah sendiri (Shifat al-Fi’il)
tidak terikat oleh waktu. Allah menciptakan segala sesuatu, sifat
perbuatan-Nya atau sifat menciptakan-Nya tersebut tidak boleh dikatakan
“di masa lampau”, “di masa sekarang”, atau “di masa mendatang”. Sebab perbuatan Allah itu azali, tidak seperti perbuatan makhluk yang baharu.
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ: “كَانَ اللهُ وَلَمْ يَكُنْ شَىءٌ غَيْـرُهُ” (رواه البخاري والبيهقي وابن الجارود)
Rasulullah
Shallallahu ‘Alayhi Wa Sallam bersabda: “Allah ada pada azal (Ada tanpa
permulaan) dan belum ada sesuatupun selain-Nya”. (H.R. al-Bukhari,
al-Bayhaqi dan Ibn al-Jarud)
Perbuatan
Allah tidak terikat oleh waktu, dan tidak dengan mempergunakan
alat-alat. Benar, segala kejadian yang terjadi pada alam ini semuanya
baharu, semuanya diciptakan oleh Allah, namun sifat perbuatan Allah atau
sifat menciptakan Allah (Shifat al-Fi’il) tidak boleh dikatakan baharu.
Kemudian
dari pada itu, kata “Kun” adalah bahasa Arab yang merupakan ciptaan
Allah (al-Makhluk). Sedangkan Allah adalah Pencipta (Khaliq) bagi segala
bahasa. Maka bagaimana mungkin Allah sebagai al-Khaliq membutuhkan
kepada ciptaan-Nya sendiri (al-Makhluq)?! Seandainya Kalam Allah
merupakan bahasa, tersusun dari huruf-huruf, dan merupakan suara, maka
berarti sebelum Allah menciptakan bahasa Dia diam; tidak memiliki sifat
Kalam, dan Allah baru memiliki sifat Kalam setelah Dia menciptakan
bahasa-bahasa tersebut. Bila seperti ini maka berarti Allah baharu,
persis seperti makhluk-Nya, karena Dia berubah dari satu keadaan kepada
keadaan yang lain. Tentu hal seperti ini mustahil atas Allah.
( لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَىءٌ ) (سورة الشورى: 11)
“Dia (Allah) tidak menyerupai sesuatupun dari makhluk-Nya, dan tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya”. (QS. as-Syura: 11)
Dengan
demikian makna yang benar dari ayat dalam QS. Yasin: 82 diatas adalah
sebagai ungkapan bahwa Allah maha Kuasa untuk menciptakan segala sesuatu
tanpa lelah, tanpa kesulitan, dan tanpa ada siapapun yang dapat
menghalangi-Nya. Dengan kata lain, bahwa bagi Allah sangat mudah untuk
menciptakan segala sesuatu yang Ia kehendaki, sesuatu tersebut dengan
cepat akan terjadi, tanpa ada penundaan sedikitpun dari waktu yang Ia
kehendakinya.
wallahu a’lam bisshowab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar